Friday, February 8, 2008

The Devil is in The Details: Arbitrage, Temasek?

Nopember 26, 2007

Judulnya memang seram, dan saya pun bukan SH LLM yang mengerti logika hukum. Detail dari proses hukum yang akan diambil kita serahkan saja ke pengacara-pengacara Temasek yang bayaran per jam-nya sudah bisa beli beras untuk satu kelurahan makan sebulan! Tee…. hee!

Hanya ada beberapa konsep dasar yang bisa diungkap di sini, terutama mengingat sifat hukum kompetisi; yaitu seputar prinsip, yurisdiksi, dan kaitannya (?) dengan “pengadilan arbitrase”.

1. Hukum persaingan usaha (Indonesia) atau hukum kompetisi (Eropa) atau ‘antitrust law’ (Amerika Serikat) dibuat untuk mengangkat atau menjaga kompetisi di satu pasar dengan mengatur khususnya perilaku dan perjanjian anti-kompetitif; di antaranya penetapan harga, pembagian wilayah, kartelisasi, atau perjanjian eksklusif.

2. Hukum persaingan usaha yang modern sekalipun hanya mengenal kompetisi dalam pasar yang dibatasi oleh garis teritorial negara. Hukum domestik yang mengatur kompetisi ini tidak mengatur aktivitas di luar batas negara, kecuali yang memiliki dampak terhadap keadaan domestik. Contoh terakhir di Uni Eropa adalah putusan Direktorat Kompetisi, Komisi Eropa, Uni Eropa terhadap korporasi raksasa Amerika, Microsoft (September 2007). Alasannya adalah “barrier to innovation” terutama terkait dengan (1) penolakan Microsoft untuk menyediakan ke kompetitornya “informasi interoperabilitas”, (2) perilaku Microsoft “tying” Media Player dengan Windows PC operating system, dan (3) mengingat keputusan Komisi Eropa untuk membentuk “monitoring trustee” yang memantau kepatuhan Microsoft terhadap hukum Uni Eropa jika tetap ingin bermain di kolam Eropa. Trustee akhirnya tak terbentuk, tapi tetap Microsoft harus membayar denda US$700 juta.

3. Untuk “mengakali” kompetisi lintas-batas terkadang bisa juga dilakukan dengan pembentukan beberapa perjanjian antar-negara (ASEAN, misalnya) atau antar-kawasan (GATT hingga WTO, misalnya). Perjanjian ini awalnya dibentuk untuk mengakomodir perjanjian perdagangan lintas-batas, tapi kemudian muncul topik “trade-related” seperti kebijakan persaingan usaha antar-anggota. Tahun 1994, misalnya, pasca Putaran Urugay, ada pasal yang membatasi yang ditujukan terhadap sector-specific issues yang lintas-perbatasan negara. Kemudian WTO pasca-Doha (2001) dan pasca-Cancún (2003) telah “meracik” secara formal pra-kesepakatan kebijakan dan hukum persaingan usaha. Hingga pertemuan di Cancún, ada 3 opsi: negosiasikan kesepakatan yang mengikat (binding treaty), buat perjanjian yang “lunak”, atau teruskan menggali lebih lanjut tentang isu ini [trade & competition]. Isu kompetisi menguap begitu saja di Cancún, karena ada banyak topik”trade-related” yang tak kunjung selesai dibahas dalam pertemuan-pertemuan selanjutnya.

4. Peraturan perundangan seputar “abuse of dominant position” khusus untuk pemain telekomunikasi di Singapura sendiri ditangani oleh IDA (Information Development Authority), yang memang pemainnya hanya duopoly Starhub dan Singtel. Karena pasar yang ditangani hanya Singapura dengan populasi dan luas area yang tak terlalu besar, beberapa putusan IDA terhadap merger konglomerasi atau vertikal dari sebuah telco (telephone company) terkadang tidak mencerminkan penerapan hukum persaingan sesungguhnya (lihat di sini).

5. Apa kaitannya putusan KPPU dengan pihak yang merasa dirugikan naik banding ke pengadilan arbitrase internasional? KAGAK ADA. Secara singkat, pengadilan arbitrase international di London (klik www.lcia-arbitration.com) adalah bersifat sebagai penengah, dan biasanya pemerintah memang digugat oleh pemain swasta, atau pemain swasta digugat pemain swasta lain. Yang digugat adalah seputar sengketa kontrak, dan bukan putusan KPPU atau otoritas persaingan lain di satu negara. Karena arbitrage adalah praktek pembelian satu barang berharga di satu pasar untuk kemudian dijual kembali di pasar lain dalam rangka mendapatkan profit dari perbedaan harga (American Heritage Dictionary, 1996). Jadi Kompas hari ini halaman 38 belumlah mengkaji lebih lanjut tentang wacana “arbitrage” yang dilemparkan beberapa orang, termasuk Ichanuddin Noorsy tempo hari di TVRI.

6. Terakhir, melihat beberapa latar belakang di atas ini, silakan dikaji dimensi hukum pasca-putusan KPPU terhadap Telkomsel dan IM3, dalam hal ini terhadap (dan yang akan dilakukan oleh) pemilik saham dominan di perusahaan-perusahaan boneka (baca: SPV, special purpose vehicle) yang dibuat Temasek Holdings Private Limited. Tidak terlalu rumit, unless you really know the devil.

LAMPIRAN:

Singapore Telecom (SingTel) - Listed on the Singapore and Australian Stock Exchanges, SingTel is majority owned by the Singapore government. SingTel is the leading provider of fixed-line, mobile and Internet services in Singapore. With a small, saturated and competitive home market, SingTel has significant offshore interests, which now contribute a majority of its revenue. Its main subsidiary is Optus in Australia. Others include Telkomsel in Indonesia, Globe Telecom in the Philippines, Bharti Telecom in India and AIS in Thailand. The company has significant investments in international submarine cable networks, satellite systems and data centres.

StarHub Pte Ltd - StarHub provides voice and data services over fixed, mobile and Internet platforms in Singapore. After strong growth in the last few years, the company has been challenging MobileOne for second position behind SingTel in the local mobile market. StarHub has also been slowly building a nationwide fixed-line network to serve the residential market. In July 2002, Singapore Cable Vision merged with StarHub and was renamed StarHub Cable Vision, providing cable TV and broadband services.

No comments: