Friday, February 8, 2008

Pemilu 2009, KPU minta Rp 47,9 trilyun?

oleh Amelia Day

Fantastis. Dengan angka yang sama, Indonesia sudah bisa memiliki 15 Airbus A380. Dengan angka yang sama, sudah terbangun jembatan Jawa-Sumatera. Demi sebuah “pengesahan”, angka ini adalah peningkatan sepuluh kali lipat dari bujet Pemilu 2004.*

Saya dan Pemilu 2004: Bagaimana Pemilu 2009?

Dengan rasa bangga bisa mengambil bagian dalam Pemilu 2004, waktu itu saya mengambil kartu pemilih saya di kelurahan. Sang petugas di kelurahan menyatakan “Ibu, nanti Pilkada Jakarta Ibu cukup berikan kartu pemilih ini.” Nyatanya, saya hampir tak bisa mencoblos di Pilkada DKI Jakarta karena tak terdaftar. Sosialisasi tak ada tentang perubahan kartu ini. Untungnya tindakan proaktif Ketua RT saya telah menyelamatkan hak saya sebagai warga Jakarta.

Hari ini terlintas pertanyaan di kepala saya, mengapa angka penyelenggaraan Pemilu ataupun Pilkada terus meningkat fantastis dari waktu ke waktu. Adakah komputer baru yang harus dibeli setiap 5 tahun? Tak bisakah membeli hard disk saja yang harganya kian murah? Ataukah memang komputer 5 tahun lalu itu sudah dilelang ke pihak luar, sebagai protap inventarisasi barang di birokrasi? Sesungguhnya memang biaya perjalanan ke 33 provinsi untuk 100 orang hanya merupakan satu persen dari biaya pengadaan barang.

Skala Prioritas KPU: Gunakan Metode Pengambilan Keputusan

Saya tak ingin mengutik masalah legal atau politis dari entitas KPU. Yang ingin saya kritisi di sini adalah skala prioritas kerja KPU. Program kerja beserta pos anggarannya bisa diurut, atau dipelajari dari anggota KPU periode sebelumnya.

Untuk membantu menentukan skala prioritas kerja, ada beberapa perangkat pengambilan keputusan yang telah digunakan secara umum di berbagai belahan dunia.

  • AHP (analytic hierarchy process) © Dr Thomas L. Saaty
  • Scenario-Based Decision Making - Technique
    © Dr. Terry J. van der Werff, CMC
  • Definition of Multi-Criteria Decision-Making (MCDM), yang juga meliputi Multi-Attribute Global Inference of Quality (MAGIQ), Goal Programming, ELECTRE (Outranking), PROMETHÉE (Outranking), Data Envelopment Analysis, dan The Evidential Reasoning Approach

Khusus untuk Scenario-based Decision Making - Technique, pertanyaan “what if” harus dijawab dengan membuat sebuah diagram alur kerja (flow chart) untuk memprediksi segala kemungkinan jika prioritas 1, 2, 3 dan seterusnya ditempatkan dalam matriks-matriks kemungkinan. Promethee (outranking) juga menggunakan langkah yang sama ditambah dengan pemberian kategori untuk setiap langkah. Satu waktu nanti saya akan melakukan simulasi pembuatan anggaran KPU ini dengan metode-metode lain. Hari ini saya hanya ingin mengingatkan kita semua bahwa apapun program kerja atau biayanya, semua bisa disiapkan dengan skala prioritas.

Semua metode-metode pengambilan keputusan ini mempunyai kelebihan dan kelemahan masing-masing. Membuat matriks kerja dan melakukan penghitungan skala prioritas secara sistematis membantu semua pemangku kepentingan di negeri ini mengerti mengapa proposal anggaran KPU membengkak seperti itu. Disiplin anggaran dengan mekanisme pertanggungjawabannya tidaklah cukup. KPU, baik anggota ataupun sekretariat, harus mengkaji “pesta demokrasi” dalam skala prioritas (tentu kategori “efisiensi” menempati bobot tertinggi).

Salut kepada Pak Wapres sebagai “manajer” uang rakyat yang mengingatkan arti pentingnya efisiensi dalam pelaksanaan Pemilu yang akan datang.

Measuring performance of the public sector-problems and appraoches

Social Policy Analysis:

Political Economy of Welfare

—————————————–

* Klarifikasi anggota KPU hari ini (1 November 2007, sumber: detikcom) yang menekankan “penurunan” anggaran dari penyelenggaraan Pemilu tahun 2004 tak bisa dijadikan satu alasan besarnya bujet tahun 2009. Saya tak ingin terjebak dalam komodifikasi elit dalam melihat angka fantastis ini. Yang pasti, pencoretan mata anggaran “pencetakan dan distribusi kartu pemilih”, misalnya, tidak akan berpengaruh besar mengurangi angka fantastis.

Mari masuk ke situs KPU (http://www.kpu.go.id). Untuk halaman depannya saja dibutuhkan waktu lebih dari 5 menit. Di saat nyaris bersamaan, membuka situs go.id lain bahkan kurang dari 1 menit!

Dari hasil pencarian di situs KPU tersebut, dengan kata kunci “anggaran” tak ada satupun menjelaskan secara detail mata-mata anggaran 2009. Saya tadinya mengharapkan situs ini menjadi ajang transparansi anggaran bagi publik (sesuai dengan harapan anggota KPU I Gusti Putu Artha di detikcom hari ini). Sayangnya, anggota KPU lain Andi Nurpati hanya menyebutkan hal-hal kecil seperti pencoretan “kartu pemilih” tadi.

Apakah ada pengadaan alat berat, renovasi gedung, dan seterusnya (di luar anggaran mobil yang dicoret tahun ini). Adakah di tahun 2009 pengadaan mobil untuk pembaruan inventarisasi kendaraan, yang tentunya berasal dari uang rakyat itu?

Masalah ini tak kurang tak lebih adalah masalah transparansi anggaran. Ada beberapa pemikiran yang harus menjadi pertimbangan tim kecil pengkajian anggaran 2009 hingga anggota KPU itu sendiri. Konsep Good Corporate Governance di setiap aspek dan lapisan pekerjaan harus menjadi pegangan tetap KPU. Membuat skala prioritas yang terpercaya, lalu kemudian melaksanakan program kerja ini, serta terakhir memberikan laporan akuntabilitas menjadi satu paket transparansi anggaran. Laporan akuntabilitas ini sedang digarap di Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara Republik Indonesia, yang lengkap dengan kriteria dan bobot setiap program kerja.

Selain menyempurnakan metode pengambilan keputusan yang tersebut di atas, konsep “balance scorecard” juga digunakan dalam laporan akuntabilitas tersebut. Balance scorecard adalah “the activities of a company are meeting its objectives in terms of vision and strategy.”

Tidak sulit menciptakan keharmonisan antara permintaan anggaran, program kerja terskala, dengan laporan akuntabilitas kelak. Mari ciptakan arena demokrasi ini secara bijak, toh orang bijak juga taat anggaran.

No comments: